Aplikasi Andragogi dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal
Selasa, 10 Oktober 2006
Bagaimana
Tutor dalam penerapan andragogi?
Aplikasi
Andragogi Dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal
Permasalahan
yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah
hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan
baik materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan
indikasi kurang berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil
belajar sebagai indikator dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta
maupun tidak mampu menerima dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh
tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar
sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur
pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Secara jelas
Knowles (1979) menyatakan apabila peserta didik (baca: warga belajar) telah
berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya
telah menjadi suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program
PLS rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip
andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan.
Perlunya
penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan
upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak.
Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan
sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk
menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada
pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi
warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa
(andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk
menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan,
masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan
dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil
belajar warga belajar.
Perbedaan
antara membelajarkan anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat dari
upaya pembelajaran orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga
belajar itu sendiri (learned centered). Tutor harus memperhatikan
prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Prinsip tersebut dijadikan pegangan atau
panduan dalam praktek membimbing kegiatan belajar orang dewasa.
Pendekatan-pendekatan pembelajaran orang dewasa dengan memperhatikan
prinsip-prinsip belajarnya dapat dipandang sebagai ilmu dan seni (art and
science) membantu atau menolong orang dewasa belajar.
Orang Dewasa Sebagai Warga Belajar
Cara belajar
orang dewasa jauh berbeda dengan cara belajar anak-anak. Olehnya itu, proses
penyelenggaraan belajar bagi orang dewasa harus didekati dengan cara yang
berbeda pula. Menyamakan pendekatan pendidikan anak dengan pendekatan
pendidikan orang dewasa dapat mengakibatkan kegiatan pendidikan tersebut
menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi orang dewasa. Kondisi yang menyakitkan
tersebut tentu akan sulit untuk mengharapkan hasil belajar yang maksimal.
Menurut Knowles
(1979), perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar didasarkan
pada empat asumsi tentang orang dewasai. Asumsi-asumsi tersebut ialah: (1)
orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda dengan anak-anak, (2) orang
dewasa mempunyai konsep diri, (3) orang dewasa mempunyai orientasi belajar yang
berbeda dengan anak-anak, dan (4) orang dewasa mempunyai kesiapan untuk
belajar.
Orang dewasa
dalam belajar jauh berbeda dengan anak-anak, Seharusnya menggunakan pendekatan
yang berbeda pula dalam membelajarkan anak. Pendekatan yang layak adalah
pendekatan andragogi. Bila dihubungkan dengan penyelenggaraan pendidikan yang
terorganisir di kelompok belajar, maka pendekatan andragogi akan semakin terasa
pentingnya. Sebab setiap kegiatan yang terorganisir sudah tentu mempunyai atau
didasarkan pada pedoman-pedoman tertentu. Pedoman inilah yang menjadi
prinsip-prinsip kerja agar kegiatan berjalan pada prosedur yang benar dan sesuai
dengan tujuan.
Penerapan Andragogi dalam performansi Tutor
Tutor sangat
berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas
dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman
ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan
pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk
berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting.
Seorang tutor bukan merupakan "pemaksa" untuk terjadinya pengaruh
terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka
dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya
bersikap positif terhadap warga belajar.
Sikap seorang
tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga
belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik
akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang
ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya
berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator
yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta,
sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.
Ada beberapa
hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi
belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu (1)
bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah
peserta didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan
benda bagi mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri
sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan
makna pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri, (2) Bersikap
kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara
tulus ikhlas, (3)
Bersikap
respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan
kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan
penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan (4) Membuka diri:
menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan
pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan
mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan.
Penerapan Andragodi dalam Pengorganisasian Bahan
Belajar
Pengorganisasian
bahan belajar sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam mempelajarinya.
Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran.
Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan
warga belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan
kebutuhan warga belajar, dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara
tutor dan warga belajar
Bahan belajar
yang berisi pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan disampaikan
oleh tutor kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari
oleh warga dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas
pertimbangan sejauh mana peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian
perilaku warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi
itu pun akan mempengaruhi pertimbangan tutor dalam memilih dan menetapkan
teknik pembelajaran.
Seorang tutor
hendaknya mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih
bahan belajar untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan
mempelajari bahan belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar
warga belajar. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan
belajar adalah tingkat kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang
telah dimiliki oleh peserta, tingkat daya tarik bahan belajar, dan tingkat
kebaharuan dan aktualisasi bahan.
Penerapan andragogi dalam Metode Pembelajaran
Penggunaan
metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan
teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan
perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam
mencapai tujuan belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
Kegiatan
belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang
paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan
fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar
merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka
penggunaan metode belajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang
dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar
mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun
praktek.
Metode
pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat
pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong
peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja
sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5)
lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau
penyerapan materi.
Sumber: Pemerhati Pendidikan Orang Dewasa dan Pamong Belajar
BPKB Sulteng (dama)oleh
: Nur Shobah 1102406014