Home schooling
TUGAS OBSERVASI MATA KULIAH PENDIDIKAN
MASYARAKAT
Nama
Kelompok :
1.
Rully Khoiruddin (111034013)
2.
Saadilah Yusuf (111034020)
3.
Eka Wahyu Puspaning Tyas (111034203)
4.
Putri Clara Claudia Evakumala (111034204)
5.
Khalimatus Sa’diyah (111034218)
Universitas
negeri Surabaya
Fakultas ilmu
pendidikan
Jurusan
pendidikan luar sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, jenis
pendidikan di Indonesia terbagi menjadi tiga jalur, yaitu jalur formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di masyarakat,
pendidikan formal biasa dikenal sebagai SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
Dalam pendidikan formal, siswa belajar dan dididik menurut kurikulum tertentu,
diadakan di sekolah, serta belajar menurut materi ajar dan jadwal yang
ditetapkan sebelumnya.
Manusia adalah makhluk yang unik, memiliki karakteristik
masing-masing, kemampuan yang berbeda, serta kebutuhan yang berbeda pula. Maka
bukanlah hal yang mengejutkan jika ada sekelompok siswa yang tidak cocok dengan
sistem pendidikan formal. Jika siswa tidak dapat mengikuti pendidikan formal di
sekolah karena alasan tertentu, ia berhak untuk memilih pendidikan alternatif
lain yang dapat memenuhi haknya sebagai warga negara untuk belajar. Karena
setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, dalam bentuk apapun. Hal ini sesuai
dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 31 ayat 1 menyatakan
bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Setiap orang tua
menghendaki anak-anaknya mendapat pendidikan yang berkualitas, serta
nilai-nilai iman dan moral yang tertanam dengan baik. Namun, Banyaknya orangtua
yang tidak puas dengan hasil sekolah formal mendorong orangtua mendidik anaknya
di rumah. Kerapkali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor (kepentingan
sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial (nilai-nilai
iman dan moral). Di sekolah, banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek
atau membeli ijazah palsu. Selain itu, perhatian secara personal pada anak,
kurang diperhatikan. Ditambah lagi, identitas anak distigmatisasi dan
ditentukan oleh teman-temannya yang lebih pintar, lebih unggul atau lebih
“cerdas”. Keadaan demikian menambah suasana sekolah menjadi tidak menyenangkan.
Melihat fakta bahwa tidak semua siswa merasa cocok dengan
pembelajaran yang dilakukan di kelas, tidak terpenuhinya kebutuhan siswa karena
keterbatasan waktu dan materi yang padat, kurang berkembangnya kemampuan siswa
dalam bidang non-akademik karena tidak setiap sekolah mempunyai fasilitas untuk
mengembangkannya, serta kurangnya pengembangan di bidang keagamaan, muncullah
ide orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya di rumah. Ketidakpuasan tersebut
semakin memicu orangtua memilih mendidik anak-anaknya di rumah, dengan resiko
menyediakan banyak waktu dan tenaga. Homeschooling menjadi tempat harapan orang
tua untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak, mengembangkan nilai-nilai
iman/ agama dan moral serta mendapatkan suasana belajar yang menyenangkan
Hal ini yang menjadi latar belakang berdirinya home
schooling. Keberadaan home schooling yang sah di mata Undang-undang membuat
home schooling menjadi pendidikan alternatif yang akhir-akhir ini mulai banyak
dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Apa Sejarah Home Schooling
b.
Apa Pengertian Home Schooling
c.
Bagaimana Perkembangan Home Schooling
d.
Faktor Pemicu dan Pendukung Home Schooling
e.
Apa saja Kelebihan dan Kekurangan Home Schooling
f.
Apa saja Jenis-Jenis Home Schooling
1.3
Tujuan
a.
Mengetahui Sejarah Home Schooling
b.
Mengetahui Pengertian Home Schooling
c.
Mengetahui Perkembangan Home Schooling
d.
Mengetahui Faktor Pemicu dan Pendukung Home Schooling
e.
Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Home Schooling
f.
Mengetahui Jenis-Jenis Home Schooling
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Home Schooling
Filosofi berdirinya sekolah rumah adalah “manusia pada
dasarnya makhluk belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan
bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang
yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya” (John Cadlwell Holt dalam
bukunya How Children Fail, 1964). Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun
1960-an terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah
dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt
mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya
usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.
Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan
awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai
kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood
education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada
sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi
sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki
karena keterlambatan kedewasaan mereka (Sumardiono, 2007: 21).
Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah
mendapat tanggapan luas, Holt sendiri kemudian menerbitkan karyanya yang lain
Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better, (1976). Buku ini
pun mendapat sambutan hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai
penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk
pendidikan di rumah yang diberi nama: Growing Without Schooling.
Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi
pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus
berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs) ,
pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem
pendidikan di sekolah formal.
2.2 Pengertian Homeschooling
Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris
berarti sekolah rumah. Homeschooling berakar dan bertumbuh di Amerika Serikat.
Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education, home based
learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum homeschooling adalah model
pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas
pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.
Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses
penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai
yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi,
serta metode dan praktek belajar (bdk. Sumardiono, 2007:4).
Peran dan komitmen total orangtua sangat dituntut. Selain
pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus
melaksanakan ujian bagi anak-anaknya untuk mendapatkan sertifikat, dengan
tujuan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Banyak orang
tua Indonesia yang mempraktekkan homeschooling mengambil materi pelajaran,
bahan ujian dan sertifikat sekolah rumah dari Amerika Serikat. Sertifikat dari
negeri paman Sam itu diakui di Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional)
sebagai lulusan sekolah Luar Negeri (Kompas, 13/3/2005).
Dalam Pendidikan Nasional
Departemen Pendidikan Nasional menyebut sekolah-rumah dalam
pengertian pendidikan homeschooling. Jalur sekolah-rumah ini dikategorikan
sebagai jalur pendidikan informal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
(pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional – Sisidiknas No. 20/2003).
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Meskipun pemerintah tidak mengatur
standar isi dan proses pelayanan pendidikan informal, namun hasil pendidikan
informal diakui sama dengan pendidikan formal (sekolah umum) dan nonformal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan
(pasal 27 ayat 2).
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Juga dijelaskan sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1).
Berdasarkan definisi pendidikan dan sistem pendidikan
nasional tersebut, sekolah rumah menjadi bagian dari usaha pencapaian fungsi
dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
2.3 Home Schooling di Amerika
- Menurut laporan depart.penddkn. AS terjadi peningkatan jumlah siswa dari 850 ribu (1,7 % dari total siswa ) menjadi 1,1 juta pada tahun 2003 (2,2 juta dari total siswa) . sementara itu berdasarkan penelitian Dr.Brian Ray (presiden the national home education research institute) pada tahun 2002-2003 ada sekitar 1,7 juta -2,1 juta siswa HS AS. Dr.Ray menyatakan bahwa jumlah siswa HS terus tumbuh dengan kecepatan 7-15 % pertahun.
·
Tahun 2008 ada lebih dari 2 juta siswa di Amerika Serikat
yang menjalani homeschooling. Homeschooling tumbuh dengan laju 15% per tahun.
·
Alasan pemilihan homeschooling beragam. Pemilihan bisa
dilakukan karena berbagai alasan. Tiga alasan utama keluarga Amerika memilih
homeschooling adalah: lingkungan sekolah umum (88%), pengembangan keyakinan dan
moral (83), dan pengembangan akademis yang lebih baik (73).
·
Anak homeschooling memiliki kemampuan bekerja mandiri yang
sangat baik. Sebuah perguruan tinggi mencatat bahwa rata-rata nilai masuk siswa
barunya (GPA, Grade Point Average) adalah: 2.54 (sekolah umum) dan 3.46
(homeschool).
Dalam
tes standar, anak-anak homeschool secara akademik menunjukkan prestasi
konsisten 15-30% lebih baik dari siswa sekolah umum. Hal ini diperkirakan
karena aspek keterlibatan yang tinggi para orangtua homeschooling dalam
pendidikan anak-anaknya
Di Indonesia
Di
Indonesia menurut perkiraan Ellla yuliawati direktur pend.kesetaraan depdiknas
ada sekitar 1000-1.500 siswa HS. Di Jakarta ada sekitar 600 siswa.
Beberapa
saat yag lalu, ada informasi menarik mengenai fenomena Home Schooling di
Internet. Menurut onformasi dari Diane Flynn Keith, pendiri homefires.com yang
juga moderator sebuah milis home schooling, ssat ini sedang terjadi peningkatan
besar dalam pencarian informasi mengenai home schooling dari Indonesia
Informasi ini diperoleh Diane dari seorang ibu yang hadir
dalam presentasinya mengenai homeschooling di Silicon Valley,
California. Pada waktu itu Diane sedang membahas mengenai pesatnya
pertumbuhan homeschooling di penjuru dunia. Dan seorang ibu
tadi mengkonfirmasi informasi Diane dengan mengirimkan sebuah link Google
Trend, dengan hasil analisa sebagai berikut:
Dalam grafik Google Trend tersebut (mengguakan kata kunci “home
schooling“, Indonesia menduduki tempat pertama, disusul dengan Afrika
Selatan. Amerika Serikat bahkan hanya pada posisi ke-4.
Ini adalah sebuah fenomena yang menarik. Mudah-mudahan
fenomena ini menjadi sebuah indikator keseriusan orangtua peminat HS di
Indonesia untuk mencari informasi mengenai HS. Alih-alih sekedar ikut-ikutan
tren atau “terjun bebas” menjalani HS tanpa bekal memadai, mudah-mudahan ini
adalah pertanda proses pencarian ilmu yang dilakukan oleh peminathomeschooling di
Indonesia
2.4 Faktor-Faktor Pemicu dan Pendukung Homechooling
- Kegagalan sekolah formal
Baik di Amerika Serikat maupun di
Indonesia, kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang
lebih baik menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga di Indonesia maupun di
mancanegara untuk menyelenggarakan homeschooling. Sekolah rumah ini dinilai
dapat menghasilkan didikan bermutu.
- Teori Inteligensi ganda
Salah satu teori pendidikan yang
berpengaruh dalam perkembangan homeschooling adalah Teori Inteligensi Ganda (Multiple
Intelligences) dalam buku Frames of Minds: The Theory of Multiple
Intelligences (1983) yang digagas oleh Howard Gardner. Gardner menggagas
teori inteligensi ganda. Pada awalnya, dia menemukan distingsi 7 jenis
inteligensi (kecerdasan) manusia. Kemudian, pada tahun 1999, ia menambahkan 2
jenis inteligensi baru sehingga menjadi 9 jenis inteligensi manusia.
Jenis-jenis inteligensi tersebut adalah:Inteligensi linguistik; Inteligensi
matematis-logis; Inteligensi ruang-visual; Inteligensi kinestetik-badani;
Inteligensi musikal; Inteligensi interpersonal; Inteligensi intrapersonal;
Inteligensi ligkungan; dan Inteligensi eksistensial.
Teori Gardner ini memicu para orang
tua untuk mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki anak.
Kerapkali sekolah formal tidak mampu mengembangkan inteligensi anak, sebab
sistem sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak.
(Buku acuan yang dapat digunakan mengenai teori inteligensi
ganda ini dalam bahasa Indonesia ini, Teori Inteligensi Ganda, oleh Paul
Suparno, Kanisius: 2003).
- Sosok homeschooling terkenal
Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia
yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu
munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, KH.
Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lainnya.
Benyamin Franklin misalnya, ia
berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin sipil dan pelayan
publik bukan karena belajar di sekolah formal. Franklin hanya menjalani dua
tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak mampu membayar biaya pendidikan.
Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan berbagai hal dari waktu ke waktu di
rumah dan tempat lainnya yang bisa ia jadikan sebagai tempat belajar.
- Tersedianya aneka sarana
Dewasa ini, perkembangan
homeschooling ikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata.
Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga
penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial
(taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran,
pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan
audivisual).
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling
Dari perbedaan di atas, kita dapat
menyebutkan kelebihan homeschooling, antara lain: adaptable, artinya
sesuai dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga; mandiri artinya lebih
memberikan peluang kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan
di sekolah umum; potensi yang maksimal, dapat memaksimalkan potensi
anak, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan sekolah; siap
terjun pada dunia nyata. Output sekolah rumah lebih siap terjun pada dunia
nyata karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada
di sekitarnya; terlindung dari pergaulan menyimpang. Ada kesesuaian
pertumbuhan anak dengan dengan keluarga. Relatif terlindung dari hamparan nilai
dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, narkoba, konsumerisme, pornografi,
mencontek dan sebagainya); Ekonomis, biaya pendidikan dapat menyesuaikan
dengan kondisi keuangan keluarga.
Di sisi lain, homeschooling
mempunyai kelemahan-kelemahan yang dapat disebutkan berikut ini: membutuhkan
komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua; memiliki kompleksitas yang
lebih tinggi karena orangtua harus bertanggung jawab atas keseluruhan proses
pendidikan anak; keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya
relatif rendah; ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team
work), organisasi dan kepemimpinan; proteksi berlebihan dari orang tua
dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi dan masalah
sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.
2.6
Dalam perkembangannya di tanah air, homeschooling dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
1.
Homeschooling Tunggal
Homeschooling
Tunggal adalah homescholing yang dilaksanakan oleh orang tua dalam satu
keluarga tanpa bergabung dengan keluarga lainnya karena hal tertentu atau
karena lokasi yang berjauhan. Nah, misalnya satu anak melaksanakan praktek
homeschooling sendirian di rumah tanpa bergabung denagn teman-teman yang lain,
itu dikatakan melaksanakan homeschooling tunggal.
2.
Homeschooling Majemuk
Homeschooling
majemuk adalah praktek homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih
keluarga. Misalnya saja seorang anak bergabung dengan tetangga-tetangga sebelah
melaksanakan praktek homeschooling, maka dikatakan mereka melaksanakan
homeschooling majemuk.
3.
Homeschooling Komunitas
Homeschooling Komunitas adalah praktek
homeschooling yang diselenggarakan oleh institusis atau komunitas tertentu,
dimana kurikulum, jadwal belajar dan bahan belajar sudah tersusun secara
sistematis.
BAB
III
10
PATOKAN PENDIDIKAN MASYARAKAT
1.
Warga belajar
Jumlah siswa keseluruhan ada 53 yang terdiri
dari : siswa SD sebesar 30% (16 siswa), SMP sebesar 20% (10 siswa), dan SMA
sebesar 50% (27 siswa). Warga belajar (peserta didik) berasal dari
bermacam-macam daerah, ada yang berasal dari luar pulau seperti: makasar, papua,
bahkan ada juga yang berasal dari luar negeri ( jepang dan cina). Jadi dapat
disimpulkan bahwa, warga belajar paling banyak adalah siswa SMA.
2.
Sumber belajar
Sumber belajar yang dipakai/digunakan adalah Modul (hanya pelajaran
pokok saja)
Ø Mata Pelajaran :
SD : IPA, IPS, Matematika,
Bahasa Indonesia, Inggris, Pkn
SMP : IPA, IPS, Matematika, Bahasa
Indonesia, Inggris, Pkn
SMA IPS : Ekonomi/Akuntansi, Geografi, Sosiologi, Sejarah,
Matematika, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pkn
SMA
IPA : Biologi, Kimia, Fisika,
Matematika, Bahasa Indonesia, Inggris, Pkn
·
Pelajaran Agama masuk dalam project class
3.
Tutor / Pamong
Terdiri
dari 18 orang, yang semuanya rata-rata mengenyam jenjang pendidikan minimal S1.
4.
Tempat Belajar
Home
Schooling Kak Seto berada di Jl. Sidosermo Airdas Kav.A-7 Surabaya.
5.
Sarana Belajar
Terdiri dari : Proses
pembelajaran untuk program komunitas kurang lebih ada tiga ruangan. Sedangkan
untuk program Distance Learning dilakukan dirumahnya
sendiri-sendiri.
6.
Dana Belajar
1.
Komunitas
Tingkatan
|
Uang Pangkal
|
SPP / Bulan
|
Uang Kegiatan
/ Semester
|
SD Kelas 1,2,3
|
Rp. 4.500.000
|
Rp. 400.000
|
Rp. 2.850.000
|
SD Kelas 4,5,6
|
Rp. 3.375.000
|
Rp. 400.000
|
Rp. 2.859.000
|
SMP
|
Rp. 5.500.000
|
Rp. 500.000
|
Rp. 3.500.000
|
SMA
|
Rp. 6.500.000
|
Rp. 600.000
|
Rp. 3.750.000
|
2.
Distance Learning
Tingkatan
|
Uang
Pangkal
|
Uang
Member / Semester
|
SD
|
Rp.
2.350.000
|
Rp. 1.500.000
|
SMP
|
Rp.
2.500.000
|
Rp. 1.625.000
|
SMA
|
Rp.
2.650.000
|
Rp. 1.750.000
|
3.
Tutor Visit
Tingkatan
|
Setiap
Kunjungan
|
SD
|
Rp. 90.000
|
SMP
|
Rp. 100.000
|
SMA
|
Rp. 110.000
|
7.
Program Kegiatan Belajar
Kegiatan di Homeschooling Kak Seto
(HSKS) terbagi atas 2 kegiatan yaitu :
A.
Kegiatan yang
berhubungan dengan proses pembelajaran siswa (homeschooler) dimana kegiatan tersebut
membantu proses belajar siswa menjadi menyenangkan seperti :
1. Komunitas
Komunitas merupakan proses
pembelajaran dimana peserta dikumpulkan disebuah kelas untuk belajar sambil
bersosialisasi dengan teman-temannya. Dalam komunitas jadwal belajar peserta
ditentukan oleh HSKS Surabaya.
Jadwal Pembelajaran Komunitas :
Tingkat
SD : Senin
& Rabu 08.30 – 11.30 WIB (3 Jam)
Tingkat
SMP : Selasa &
Kamis 08.30 – 11.30 WIB (3 Jam)
Tingkat
SMA : Senin &
Rabu, 12.30 – 15.30 WIB (3 Jam)
Tingakat
SD / SMP / SMA : Jum’at 08.30 – 11.30
WIB (Project Class)
2. Games
Merupakan
kegiatan yang dilakukan pada awal pembelajaran. Tujuannya untuk mengkondisikan
siswa agar lebih siap dan tenang dalam belajar. Dalam kegiatan ini tutor
memberikan games atau permainan yang dapat merangsang kemampuan motorik,
analisis, teamwork, berpikir kritis dan kreatif.
2.
Inspiring Story
Adalah
kegiatan yang dilakukan sebelum pembelajaran bergantian dengan games.
Tutor maupun homeschooler akan memceritakan kisah-kisah yang dapat memotivasi
dan menginspirasi. Bisa berupa pengalaman Tutor atau siswa (sharing) juga
pengalaman tokoh-tokoh sukses di Indonesia atau manca negara.
3.
Project Class
Merupakan
salah satu kegiatan dan metode belajar yang memadukan kemampuan motorik kasar
dan halus homeschooler dengan kemampuan logika dan analisisnya.
Siswa mempraktekkan teori untuk menghasilkan karya yang berguna atau melakukan
percobaan-percobaan ilmiah. Kegiatan disesuaikan dengan tingkatan kelas
siswa (SD, SMP, SMA).
4.
Distance Learning (DL) Gathering
Merupakan
kegiatan yang melibatkan seluruh homeschooler (siswa) yang memilih
program Distance Learning. Kegiatan ini dilakukan dua kali dalam satu
semester. Dengan Distance Learning Gathering ini homeschooler dapat
mengenal dan bersosialisasi dengan sesama teman homeschooler serta tidak
hanya belajar di rumah.
5.
Nonton Bareng
Kegiatan
pembelajaran dengan menonton pertunjukan film, teater, konser musik,
drama modern dan tradisional yang sesuai dengan usia dan perkembangan
homeschooler.
6.
Outing (field trip)
Outing
merupakan proses pembelajaran dimana homeschooler belajar di luar kelas baik
berupa kunjungan ke tempat terbuka maupun tertutup yang memiliki nilai
edukasi yang baik, seperti: musium, perpustakaan, pusat
seni/ketrampilan, industri manufacturing, kebun satwa, kebun flora, hutan
lindung dll. Kegiatan ini dilaksanakan sebulan sekali.
7.
Ekstrakurikuler
Kegiatan
ini meliputi kegiatan olah fisik / olahraga dan kegiatan dibidang seni
sesuai dengan minat dan bakat siswa seperti seni musik, olah vokal, seni
lukis, tari dan menulis / journalis.
B. Kegiatan yang berhubungan dengan
orangtua wali murid :
1.
Parent’s Meeting
Kegiatan
ini dilakukan dua kali dalam satu semester dimana orangtua/ wali murid akan
memperoleh laporan perkembangan putra/ putrinya dari pihak sekolah. Kegiatan
berupa seminar, konseling dan pembagian hasil kegiatan belajar
putra/putrinya.
2.
Bimbingan Konseling
Adalah
salah satu bentuk pelayanan kepada homeschooler dan orangtua berkaitan dengan
kondisi psikologis maupun sosial yang berhubungan dengan kegiatan belajar
mengajar. Kegiatan ini meliputi pemberian materi di kelas, pemberian
motivasi belajar, konsultasi pribadi dan diskusi kelompok dengan orangtua
dan homeschooler.
8.
Paguyuban Belajar
Yaitu para warga belajar yang menghimpun
diri dalam kelompok karena sama-sama memiliki hasrat untuk belajar meskipun
mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda, antara lain :
1)
Anak-anak yang sudah bekerja di
usia sekolah, Contoh: seorang artis, atlet, dll
2)
Anak yang memang sudah bekerja
dan dipersiapkan untuk meneruskan perusahaan orang tuanya.
3)
Anak yang umumnya di usia
sekolah, tetapi tidak bisa mengikuti sekolah formal dengan berbagai alasan,
antara lain:
·
Punya pengalaman buruk
(perlakuan kurang baik dari guru dan teman -temannya)
·
Tidak bisa mengikuti irama sekolah
yang terlalu keras (tidak senang dengan sekolah formal karena lingkungan/
proses belajarnya)
·
Anak-anak yang sakit fisik (
seperti: Leukimia, Gagal ginjal, Skiliosis,dll)
9.
Ragi Belajar
Ragi belajar
sangatlah penting dalam proses pembelajaran, karena ragi belajar merupakan
salah satu factor yang turut mensukseskan proses pembelajaran. Berkaitan dengan
hal ini, HSKS pun sadar betul bahwa ragi belajar perlu diberikan pada para
peserta didiknya. Ragi belajar yang diberikan pada para peserta didiknya tentulah
sesuai dengan kebutuhan masing-masing dari perserta itu sendiri.
Ragi-ragi
balajar tersebut antar lain :
1.
Memberikan cerita-cerita
motivasi sehingga para peserta didik akan semangat dalam proses pembelajaran.
2.
Menyediakan alat-alat pendukung
pembelajaran yang lengkap sehingga proses pembelajaran akan maksimal.
3.
Memberikan variasi belajar yang
dikemas dalam kegiatan rekreasi berorientasi pembelajaran.
10. Hasil Belajar
Telah kita ketahui bahwa Home Schooling Kak
Seto baru berdiri pada bulan Juni 2011, sehingga belum ada prestasi yang
dicapai dalam konteks diluar home schooling tersebut. Tetapi jika didalam
konteks home schooling itu sendiri, banyak prestasi yang bisa diketahui,
misalnya tingkatan prestasi dari nilai
siswa.
Profil
Home Schooling Kak Seto Surabaya
Dari sekian banyak homeschooling
yang ada di Indonesia, salah satunya Home Schooling Kak Seto (HSKS) menawarkan
konsep yang berbeda. Dengan mengusung Brand Image Kak Seto sebagai psikolog,
tokoh Nasional yang peduli Anak dan pendidikan, serta icon homeschooling
dan pendidikan alternatif. HSKS adalah sekolah alternatif yang menempatkan
anak-anak sebagai subyek dengan pendekatan secara ”at home” atau di
rumah. Sehingga anak-anak merasa nyaman belajar, karena mereka mereka dapat
belajar apapun sesuai dengan keinginannya dengan jam belajar yang
fleksibel: mulai dari bangun tidur sampai berangkat tidur lagi.
Jenjang pendidikan pada HSKS mulai
dari tingkat SD, SMP, dan SMA. Pada tingkat SD terdiri dari kelas I
sampai kelas VI, pada tingkat SMP terdiri dari kelas VII sampai kelas IX
sedangkan tingkat SMA terdiri dari kelas X sampai kelas XII.
Homeschooling Kak Seto (HSKS)
dilaksanakan berdasarkan filosofi sederhana “belajar dapat dilakukan kapan
saja, dimana saja dan dengan siapa saja”. Visi HSKS adalah sebagai salah
satu institusi pendidikan anak yang unggul dan menyediakan program
pendidikan bagi anak agar memiliki keterampilan, life skill, dan karakter yang
kokoh sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan.
v
Home Schooling Kak Seto (HSKS)
dilaksanakan berdasarkan filosofi sederhana
“ Belajar dapat
dilakukan dimana saja dan dengan siapa saja “.
v
Visi : Menjadikan HSKS sebagai salah
satu institusi pendidikan anak yang unggul dan menyediakan program pendidikan
bagi anak agar memiliki Keterampilan,
Life Skill, dan karakter yang kokoh sebagai calon pemimpin bangsa dimasa
depan.
v
Misi :
1.
Menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik sesuai dengan kebutuhan, gaya belajar,
kekuatan dan keterbatasan yang dimilikinya.
2.
Membantu peserta didik
menemukan minat dan bakatnya serta mengembangkan bakat dan minat peserta didik
secara optimal.
3.
Membentuk peserta didik menjadi
manusia pembelajar seumur hidup yang mempunyai kepedulian social yang tinggi
dan karakter yang kuat.
4.
Memfasilitasi peserta didik
untuk memperoleh hubungan dari pelajaran yang dipelajarinya dengan kehidupan
nyata.
5.
Mengatasi keterbatasan,
kelemahan peserta didik dengan melakukan pendekatan personal.
v
Output :
Sesuai denagn moto HSKS belajar lebih
cerdas, kreatif, dan ceria dengan menggabungkan konsep kreatifitas, life skill
dan karakter, menjadi landasan profil lulusan home schooling kak seto yaitu :
1)
Community Builder
Lulusan HSKS mempunyai kecakapan hidup yang
bisa menopang diri serta lingkungannya dan menjadi pemimpin serta pembaharu
yang efektif dan selalu berfikir kreatif, kritis, dan inofatif.
2)
Good Character
Lulusan HSKS memiliki karakter yang kokoh
dalam artian memiliki nilai-nilai yang mulia dalam membangun komunitas dan
bangsa dimasa mendatang.
v LEGALITAS Ijazah
Undang-undang no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengakomodasi homeschooling sebagai salah satu alternatif
pembelajaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Dalam pelaksanaannya,
homeschooling berada di bawah naungan Direktorat Pendidikan Kesetaraan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional RI.
Siswa yang memilih homeschooling akan memperoleh ijazah kesetaraan yang
dikeluarkan oleh KEMENDIKNAS, yaitu: Paket A setara SD, Paket B setara SMP,
Paket C setara SMA. Ijazah ini dapat digunakan untuk meneruskan
pendidikan ke sekolah formal yang lebih tinggi, bahkan ke sekolah-sekolah
luar negeri sekalipun.
v Kurikulum
Homeschooling Kak Seto mengacu kepada peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan (SKL). Selain itu kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disusun oleh Homeschooling Kak Seto.
Dalam kegiatan tutorial kedua acuan tersebut disusun dan disampaikan
dengan metode Homeschooling Kak Seto sehingga dirasakan berbeda dengan
sekolah formal, agar peserta dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan menyenangkan.
STRUKTUR
ORGANISASI
HSKS
SURABAYA
1.
Komisaris :Ir. Retno Kustrini
2.
General manager :Ir. Emie Sofiatien
3.
Kepala tutor :Dra. Sulistiati
SD :Lismayuni ST.
SMP :Ach. Hamdani
SMA :Alfi Rizca
4.
Keuangan dan Admin :
·
Keuangan : Ari
Ø Kas besar
Ø Kas kecil:
·
Admin : Frissa Er.ST
·
Operator
5.
Dinas Luar
6.
HRD
Konseling :Isrida S.Psi
Tutor Visit :M.Isnaeni S.Pd
Tutor :Gathering
7.
Marketing :Agung Setyono
BAB
IV
PENUTUP
v KESIMPULAN
Home schooling dapat dijadikan sebagai
pendidikan alternatif bagi masyarakat yang tidak merasa cocok dengan kurikulum
pendidikan formal seperti kurangnya penekanan pada pendidikan keimanan maupun
materi ajar yang padat serta keinginan untuk meluangkan waktu yang lebih banyak
bersama anaknya. Keberadaan home schooling sebagai pendidikan alternatif di
Indonesia sangat penting mengingat fleksibilitas home schooling yang dapat
dilakukan dimana saja, oleh siapa saja, dan kapan saja.
v SARAN
Bagi orang tua yang merasa sistem pendidikan
formal kurang dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya, home schooling dapat
dijadikan sebagai salah satu solusi. Karena banyak juga manfaat yang dapat
dirasakan melalui home schooling ini, terutama bagi anak dalam mengembangkan
potensi dirinya. Model pembelajaran yang dilakukan oleh home schooling adalah
model pembelajaran humanisme. Anak diberikan kebebasan untuk bisa
mengaktualisasikan diri dengan bebas tanpa tekanan dari lingkungan. Dalam model
pembelajaran ini, anak dituntut untuk berfikir induktif. Pembelajaran yang
lebih mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatkan aktif oleh anak dalam
proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ikhsan, M. (2006). Pendidikan
Alternatif di Indonesia. [Online]. Tersedia:http://teknologipendidikan.wordpress.com/2006/09/12/pendidikan-alternatif-di-indonesia/.
Simbolon, P. (2008).
Homeschooling sebagai Pendidikan Alternatif. [Online]. Tersedia: http://pormadi.wordpress.com/2007/11/12/homeschooling/.
Sumardiono (2006).
Model Home Schooling. [Online]. Tersedia: http://www.sumardiono.com/index.php?option=com_content&task=view&id=310&Itemid=80.(2007).
Homeschooling Semakin
Meluas. [Online]. Tersedia: http://www.sumardiono.com/index.php?option=com_content&task=view&id=698&Itemid=79.
Undang-Undang
Sisdiknas. Jakarta: Sinar Grafika _____. Pendidikan Formal. [Online]. Tersedia:http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal.
LAMPIRAN
Foto bersama General Manager, Ir.
Emie Sofiantien
FOTO SAAT PROSES PEMBELAJARAN
TEMPAT PROSES PEMBELAJARAN