Jakarta, Kompas - Pengakuan masyarakat terhadap pendidikan luar sekolah (PLS), masih belum sama. Bahkan, di kalangan pendidikan sendiri masih banyak yang tidak menganggap pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan pendidikan yang turut mencerdaskan anak bangsa.
"Pengakuan
terhadap PLS masih parsial. Meskipun di beberapa daerah banyak yang sudah
mengakui lulusan PLS, namun tidak sedikit yang masih tak acuh," ujar
Direktur Pendidikan Masyarakat Ekodjatmiko Sukarso di Jakarta, Selasa (17/6).
Kepada Ekodjatmiko dimintakan tanggapan tentang ditolaknya lulusan program
paket C (setara SLTA) dari Serang oleh panitia Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) di Jakarta untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri.
Menurut Ekodjatmiko,
penolakan ini di satu sisi sebagai bukti bahwa jajaran pendidikan sendiri belum
memberikan pengakuan, tetapi di sisi lain menjadi pemicu semangat untuk
membuktikan diri bahwa lulusan PLS juga bermutu. Dari segi mutu soal ujian,
peserta paket A (setara SD), B (setara SLTP), dan C sudah mempergunakan soal
dari Pusat Pengujian Depdiknas seperti dilakukan bidang persekolahan.
"Selain persoalan
klasik, yang sering dipertanyakan orang adalah tentang proses pendidikan yang
dilakukan di PLS. Adapun mutu soal ujian sudah sama dengan persekolahan,"
ujarnya.
Menurut Ekodjatmiko,
di PLS sudah lama menerapkan konsep belum lulus bagi warga belajarnya. Sebuah
prinsip yang mirip dengan ketentuan lulus yang diterapkan di persekolahan saat
ini. "Bagi kami di jajaran PLS, warga belajar yang belum lulus harus
mengikuti proses belajar lagi agar ikut tes berikutnya hingga bisa dinyatakan
lulus. Jadi tidak ada permainan nilai," ujarnya.
Ekodjatmiko menilai,
jajaran pendidikan mendatang harus lebih siap lagi mengakui model pembelajaran
yang berbeda dengan model persekolahan. Apalagi UU Sisdiknas yang disahkan 11
Juni lalu tidak hanya mengakui pendidikan nonformal seperti yang dilakukan PLS,
tetapi juga pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar mandiri.
"Pengakuan
ini ada pada Pasal 27 Ayat (1). Jadi masyarakat yang tidak puas dengan model
persekolahan yang ada bisa melakukan pendidikan mandiri. Jika peserta didik itu
lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan, mereka akan mendapat
pengakuan yang sama dengan pendidikan formal dan nonformal,"
Sumber: www.kompas.com, Kamis 19 Juni 2003
Oleh:
Rousemiati Julista (1102406021)