Antropologi
Sosial-Sistem Pertanian
Pada sistem milik komunial dengan pemakaian tetap,tanah diberikan kepada sebagian yang tertentu dari warga desa.Orang-orang ini adalah warga desa yang mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu terhadap desa,dan yang disebut kuli atau gogol.Pekerjaan-pekerjaan umum untuk keperluan desa seperti membersihkan desa,memperbaiki saluran,memperbaiki jalan,jembatan memelihara bangunan umum seperti gedung sekolah,masjid dll.Menjaga keamanan desa dengan melakukan dinas ronda malam,bekerja untuk keperluan pribadi dari para pamong desa,seluruhnya itu dilakukan para kuli tadi dengan secara kerja bakti.Selama para kuli tadi melakukan kewajiban tadi,maka mereka mendapat sebagian dari tanh komunial milik desa yang dapat mereka kerjakan untuk penghasilan sendii.Tanah semacam itu disebut tanah pekulen,sedangkan di tempat-tempat lain di Jawa ada pula sebutan seperti tanah gogol,tanh kongsen,tanah narawita dll.
Tanah
yang termasuk tanah pemakaian tetap,adalah pula tanah yang diberikan oleh desa
kepada para pamong desa selama paa pamong desa itu memegang jabatannya.Di Jawa
tiap desa mempunyai sejumlah pejabat pemerintahan desa atau pamong desa,yang
terdiri dari kepala desa, beberapa orang penjaga keamanan desa,beberapa orang
pengatur irigasi, yang dipilh dari
antara para kuli,oleh para kuli dan yang sebgian pembayaran untuk jabatanya
mendapat bagian-bagian dari tanah desa selama mereka memegang jabatan.Tanah
ini,yang dalam bahasa jawa disebut tanah bengkok,luasnya tidak sama di setiap
desa.Ada desa-desa di Jawa di mana jabatan kepala desa itu bisa memberi
keuntungan yang lumayan karena desa itu menyediakan misalnya lima hektar sawah
bengkok bagi kepala desanya;tetapi sebaliknya ada pula desa di jawa dimana
jabatan itu sama sekali tidak menguntungkan,karena desa sama sekali menyediakan
sawah bengkok bagi kepala desanya.
Pada
sistem milik individu,tanah pertanian yang dikerjakan dianggap oleh tiap petani
sebagai tanah miliknya sendiri,tidak hanya selam ia memegang suatu jabatan
dalam masyarakat desa atau selama ia hidup,tetapi untuk selama-lamanya ,dan
dapat diwariskan kepada tiap keturunanyamenurut hukum adat waris yang
berlaku.Tanah serupa itu disebut tanah yasan.Di hampir semua desa di Jawa tanah
[ekarangan adalah milik individu,tetapi tetapi di berbagai daerah,seperti
misalnya di Residensi Tegal,di Residensi Kedu,dan diberbagai daerah tempat lain
di Jawa,juga tanah pertanian adalah yasan.Seringkali perbedaan antara tanah
pekulen sering juga diwariskan,ialah kepada anak yang menggantikan kedudukan
kuli.
Di
Jawa di mana penduduk sudah demikian padatnya banyak orang desa memang tidak
mempunyai sawah,baik berdasarkan sistem milik komunal maupun sistem milik
individu,sungguhpun demikian masih ada pula berbagai cara lain bagi para petani
yang tidak mempunyai tanah untuk mendapat sebidang,ialah dengan cara :
1..Menyewah tanah 2.Bagi Hasil 3.Menggadai
Tanah
Orang
dapat menyewa tanah bengkok,sejumlah uang dan dengan demikian memakai tanah itu
untuk suatu waktu yang telah ditetapkan dengan perjanjian secara lisan,misalnya
untuk waktu satu panen(adol oyodan),untuk waktu satu tahun (adon tahunan),tiga
tahun atau lebih.Risiko panen buruk oleh si penyewa.Di berbagai daerah di
Jawa,misalnya di daerah Purwakarta,ada adat untuk menyewa tanah dengan bayaran
belakang,berupa uang atau hasil bumi.
Orang
dapat pula menggadai tanah,artinya ia dapat meminjamkan uang kepda orang lain
yang butuh akan uang,dan ia menerima sebidang tanah sebagai barang gadaian
untuk dikerjakan.Nanti kalau si peminjam uang telah mengembalikan uangnya
dengan jumlah yang sama,maka tanah harus dikembalikan pula,tetapi tanah tidak
dikembalikan sebelum si pemberi hutang tadi telah memungut hasil bumi dari
tanah untuk paling sedikit satu kali;hasil tanah itu dianggap sebagai bunga
dari uang yang dipinjamkan itu.Dalam daerah pedesaan di Jawa sering terdengar
istilah adol sende untuk sistem ini.Suatu transaksi adol sende biasanya
dilakukan oleh kedua pihak dengan saksi dan saksinya adalah seorang pamong
desa.
Orang
dapat pula mendapat tanah secara bagi hasil dengan orang lain yang mempunyai
tanah pekulen,tanah yasan,maupun tanah bengkok artinya orang menggarap tanah
kepunyaan orang lain dan hasilnya dibagi antara si empunya dan si penggarap
tanah.Besarnya bagian-bagian tentu tergantung kepda berbagai faktor seperti
kwalitet tanah,penawaran tenaga penggarap,atau buruh tani yang ada,dan juga
pada macam tanaman yang dikerjakan.Pada tanah dengan kwalitet yang baik si
empunya tanah mendapat bagian yang besar,demikian pula kalau penawaran tenega
penggarapa itu besar;sebaiknya kalau penawaran tenaga penggarapan itu kecil
maka orang yang mengerjakan tanah tentu akan lebih jual mahal,dan merekalah
yang minta bagian yang besar.
Rupanya
sistem pertanian bagian ini tidak hanya ada di Jawa dan Bali saja,tidak hanya
di lain temapat di Indonesia di mana terkenal nama seperti meudua laba
(Aceh),pebalokkan (tanah karo),bola pinang (tanag
Toba),mampadukan(Minangkabau),bagi dua (Palembang).Bahandi(Pada orang Dayak
Ngaju),nyakap(Bali.dsb tetapi juga ditempat lain di muka bumi,dan juga di
Eropa,di mana terkenal istilah-istilah seperti
merradria(Italia),aparceria(Spanyol),Halfwining(Belgia)dsbDalam ilmu
pertanian,sistem pertanian bagi hasil sering disebut sharecropping.
Teknik
bercocok tanam menetap.Bercocok tanam menetap tentu hanya mungkin apabila ada
cara-cara untuk memelihara kesuburan tanah sehingga tiap tahun tanah itu dapat
memberi hasil.Kesuburan tanah menurut para ahli pertanian tentu tidak hanya
tergantung kepada zat-zat,unsur-unsur,tekstur,strukur dsb.dari tanah
saja,tetapi di samping itu juga kepada faktor-faktor sekitar tanah itu,seperti
suhu,frekwensi hujan,tensitet penyinaran matahari,varietet tanaman,ada atau
tidaknya hama,dsb.Seluruhnyanya itu merupakan satu kompleks yang tidak dapat dipisah-pisahkan
harus memperhatikan keseluruhannya itu.
Pemeliharaan
kesuburan tanah yang di dalam sistem pertanian di ladang itu diserahakan
sendiri oleh manusia dengan cara :
a.Lebih
mengintensifkan cara pengolahan tanah
b.memeperbaiki
cara pemupukan tanah
c.cara
pergantian tanaman
d.dan
akhirnya,suatu hal yang menyebabkan perbedaan yang sungguh-sungguh dalam hal
teknik bercocok tanam di ladang dan bercocok tanam menetap,ialah
irigasi.Diantara beribu-ribu suku bangsa di muka bumi ini,sudah tentu ada pula
aneka warna besar diantara cara-cara pengolahan tanah,cara memupuk tanaman,cara
pertukaran tanaman,cara-cara irigasi dsb.Adapun metode-metode secara ilmiah
yang berusaha untuk selalu memperbaiki teknik-teknik itu,menjadi perhatian
aneka warna dari teknik-teknik iliah tersebut,dan ia harus bisa memberi
pelukisan tentang teknik ilmiah tersebut,dan ia harus bisa memberi pelukisan
tentang cara pengolahan tanah,cara irigasi dsb.Dari suku bangsa yang menjadi
obyek field worknya.Sebagai con toh dari bercocok tanam menetap,dibawah ini
akan akan diuraiakan secara singkat tentantg cara bercocok tanam pada orang
Jawa di daerah pedesaan.
Cara bercocok tanam pada orang Jawa masih amat
terpengaruh oleh perhitungan-perhitungan lama yang berdasarkan ilmu dukun yang
termaktub dalam buku-buku yang disebut primbon.Tanda-tanda apakah yang harus diperhatikan
seorang petani untuk menentukan permulaan dari mangsa-mangsa,ialah masa-masa
dari tiap tingkat dalam seluruh lingkaran tingkat pekerjaan dalam hal bercocok
tanam,juga diuraikan secara panjang lebar dalam kitab-kitab perimbon itu.
Tiap
lingkaran pekerjaan bercocok tanam biasanya dimulai dengan memperbaiki
bagian-bagian dari sistem irigasi,seperti memperbaiki pematangan,saluran dan
pipa-pipa air dari bambu dan kadang-kadang juga memperbaiki bendungan yang
merupakan sumber dari sistem irigasi bagi sekelompok sawah sekitar
desa.Pekerjaan ini adalah khusus pekerjaan laki-laki.
Kemudian,saluran-saluran
air dibuka sehingga air bisa mengalir dari bagian sun gai yang dibendung,dan
merata ke sawah-sawah.Pembagian air ke sawah di desa-desa di daerah pegunungan
di Jawa biasanya mudah,karena air bisa mengalir dengan mudah dari sawah-sawah
yang letaknya tinggi ke sawah-sawah yang letaknya rendah.Sebaliknya,di
desa-desa di daerah tanah rendah pengaliran dan distribusi air ke sawah-sawah
yang jauh,lebih sukar.Supaya pembagian air ke sawah-sawah bisa lancar dan
adil,desa-desa ditanah rendah sering kali mempunyai seorang anggota pamong desa
khusus mempunyai tugas mengurusi soal irigasu ini.Anggota pamong desa ini
disebut antara lain ulu-ulu.
Adapun
di Bali segala soal irigasi pembagian air,pertengkaran mengenai distribusi air
irigasi dsb,diurus oleh suatu organisasi yang bernama subak.Suatu organisasi
subak tidak terikat sebagai bagian dari organisasi suatu perkampungan yang di
Bali disebut banjar,tetapi selalu terikat kepada suatu komplek atau sistem
bendungan-bendungan yang tertentu.Bendungan-bendungan itu memberi air melalui
suatu sistem saluran dan pipa-pipa yang luas,kepada sejumlah sawah-sawah yang
tertentu juga,sedangkan pemilik sawah-sawah tadi tidak dari warga dari hanya
satu banjar,tetapi dari beberapa namjar.Sebaliknya ada pula warga dalam satu
banjar yang menjadi anggota dari beberapa subak yang berbeda-beda,karena sawah
mereka itu memang tergantung kepada sistem bendungan-bendungan sumbe air yang
berbeda.Solidariet kewargaan banjar,tetapi oleh suatu sistem pura,atau
tempat-tempat pemujaan erta aktivitet upacara (odalan dll)dalam rangka sistem
pura itu.Sebagai contoh dari hubungan antara subak-subak A,B,C,D,E dengan
banja-banjar yang terletak di daerah Tihingan,di Swapraja Klungkung (Bali
Selatan).
Sawah
digenangi air untuk beberapa waktu,diantara satu sampai dua minggu.Di dalam
pada itu sisa-sisa jerami dai tanaman padi yang lalu dan tumbuh-tumbuhan lain
di sawah dihancurkan.Kadang-kadang,seperti di Jawa Barat misalnya,dalam masa
sawah terendam air,orang memelihara ikan mas yang bisa tumbuh dan membanyak
dengan amat cepat.Kemudian orang lain mengolah tanah yang berupa lumpur dengan
cangkul atau bajak.
Dalam
masa mengolah tanah itu orang telh
menyiapkan pula tempat-tempat untuk menanam biji.Tempat-tempat pesemaian itu
merupakan bidang-bidang kecil pada bagian-bagian sawah yang mudah dapat diberi
air dan yang telah diolah dengan cangkul untuk kemudian diratakan sebelum
biji-biji disebarkan.
Keemudian
sawah diolah sekali lagi dengan bajak dan cangkul ,serta dibiarkan lagi
terendam air untuk beberapa hari ,sesudah pematang-pematang yang mengelilingi
bidang-bidang sawah diperbaiki dan diratakan lagi.Bajak yang dipakai untuk
mengolah tanah petani itu ,lengkap dengan kerbaunya,biasanya milik bersama dari
sekelompok petani yang memakainya berganti-berganti dan yang sekalian juga
menyewakan bajak itu kepada petani-petani lain.
Sesudah
itu tanah yang telah dibalik itu sehingga terdiri dari gumpalan
lumpur,didiamkan lagi selama satu sampai dua minggu,untuk kemudian diratakan
atau di garuk dengan suatu alat yang disebut Garu.Alat itu harus ditarik kerbau
atau sapi,sedangkan seringkali juga oleh manusia.
Pekerjaan
menanam dilakukan tenaga wanita.Mula-mula
mereka harus mencabut tunas-tunas dari persemaian dengan hati-hati
sekali.Tunas-tunas itu terikat menjadi ikatan dan harus dib agi rata kepada
lain-lain bagian dari sawah dan ditanam di sana satu demi satu dengan tangan,ke
dalam deretan-deretan yang panjang.
Selesai
menanam,sementara menunggu tumbuhnya dan berbuahnya padi pekerjaan para petani
belum selesai,karena padi yang sedang tumbuh itu harus di pelihara dan
dipertahankan terhadap tumbuh-tumbuhan liar.Bila sudah mulai berbuah,padi harus
dipertahankan terhadap gangguan burung,tikus,seranggadsb.Pekerjaan menjaga
supaya tumbuh-tumbuhan liar tidak merusak padi muda di sebut matun,dan biasanya
dikerjakan oleh wanita.
Berapa
lamanya padi itu berbuah dan menjadi tua ubtuk dipotong,tentu tergantung kepada
macam padi dan berbagai faktor lain.Tangkai padi yang telah dipotong dibiarkan
disawah untuk beberapa hari supaya menjadi kering.Kemudian dijadikan
ikatan-ikatan yang dipikul ke desa oleh tenaga buruh dan ditimbun di tempat
padi atau lumnbung.
Setelah
panen,sambil menunggu masa penanaman padi berikutnya,yaitu tiga sampai empat
bulan lagi,para petani menanam bermacam-macam tumbuh-tumbuhan lain,seperti
ubi-ubian,singkongg,berbagai macam kacang kedelai,jagung,padi
gaga,sayur-mayur,bumbu-bumbum,tembakau dan seringkali juga tebu,tanaman
sekunder ini oleh orang Jawa disebut palawija.
Penanaman
palawija dalam sistem bercocok tanam di sawah,adalah suatu perkembangan yang
kira-kira baru berlangsung setengah abad lamanya di Jawa,Memang sejak lama ada
tanaman seperti singkongg atau jagung yang menjadi tanaman utama di
daerah-daerah di Jawa dan Madura.