Permasalahan yang paling sering
muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah hasil belajar, output
dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk
pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang berhasilnya
kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator
dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima
dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab
ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah metode
pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaannya dan andragogi
belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran.
Secara jelas Knowles (1979) menyatakan
apabila peserta didik (baca: warga belajar) telah berumur 17 tahun, penerapan
prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan.
Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17
tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan
pembelajarannya semestinya diterapkan.
Perlunya penerapan prinsip
andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya
membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak.
Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan
sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk
menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada
pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi
warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa
(andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk
menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan,
masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan
dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil
belajar warga belajar.
Perbedaan antara membelajarkan
anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat dari upaya pembelajaran
orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga belajar itu
sendiri (learned centered). Tutor harus memperhatikan prinsip-prinsip
belajar orang dewasa. Prinsip tersebut dijadikan pegangan atau panduan dalam
praktek membimbing kegiatan belajar orang dewasa. Pendekatan-pendekatan
pembelajaran orang dewasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip belajarnya dapat
dipandang sebagai ilmu dan seni (art and science) membantu atau
menolong orang dewasa belajar.
Orang
Dewasa Sebagai Warga Belajar
Cara belajar orang dewasa jauh
berbeda dengan cara belajar anak-anak. Olehnya itu, proses penyelenggaraan
belajar bagi orang dewasa harus didekati dengan cara yang berbeda pula.
Menyamakan pendekatan pendidikan anak dengan pendekatan pendidikan orang dewasa
dapat mengakibatkan kegiatan pendidikan tersebut menjadi suatu hal yang
menyakitkan bagi orang dewasa. Kondisi yang menyakitkan tersebut tentu akan
sulit untuk mengharapkan hasil belajar yang maksimal.
Menurut Knowles (1979),
perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar didasarkan pada empat
asumsi tentang orang dewasai. Asumsi-asumsi tersebut ialah: (1) orang dewasa
mempunyai pengalaman yang berbeda dengan anak-anak, (2) orang dewasa mempunyai konsep
diri, (3) orang dewasa mempunyai orientasi belajar yang berbeda dengan
anak-anak, dan (4) orang dewasa mempunyai kesiapan untuk belajar.
Orang dewasa dalam belajar jauh
berbeda dengan anak-anak, Seharusnya menggunakan pendekatan yang berbeda pula dalam
membelajarkan anak. Pendekatan yang layak adalah pendekatan andragogi. Bila
dihubungkan dengan penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir di kelompok
belajar, maka pendekatan andragogi akan semakin terasa pentingnya. Sebab setiap
kegiatan yang terorganisir sudah tentu mempunyai atau didasarkan pada
pedoman-pedoman tertentu. Pedoman inilah yang menjadi prinsip-prinsip kerja
agar kegiatan berjalan pada prosedur yang benar dan sesuai dengan tujuan.
Penerapan
Andragogi dalam performansi Tutor
Tutor sangat berpengaruh
terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal
sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya
melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan
pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku
belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor
bukan merupakan "pemaksa" untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta,
namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan
belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif
terhadap warga belajar.
Sikap seorang tutor mempunyai
arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam
kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih
efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan
oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh
terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang
menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta,
sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.
Ada beberapa hal yang dianggap
penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu (1) bersikap
manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik
hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi
mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri
mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna
pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri, (2) Bersikap kewajaran:
jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus
ikhlas, (3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta;
mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan
penghargaan penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan (4) Membuka
diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan
pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan
mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan.
Penerapan
Andragodi dalam Pengorganisasian Bahan Belajar
Pengorganisasian bahan belajar
sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam mempelajarinya.
Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan
pembelajaran. Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan
warga belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan
kebutuhan warga belajar, dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara
tutor dan warga belajar
Bahan belajar yang berisi
pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan disampaikan oleh tutor
kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari oleh warga
dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas pertimbangan sejauh
mana peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian perilaku warga
belajar di dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi itu pun akan
mempengaruhi pertimbangan tutor dalam memilih dan menetapkan teknik
pembelajaran.
Seorang tutor hendaknya
mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar
untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan mempelajari bahan
belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar warga belajar.
Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar adalah
tingkat kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang telah dimiliki
oleh peserta, tingkat daya tarik bahan belajar, dan tingkat kebaharuan dan
aktualisasi bahan.
Penerapan
andragogi dalam Metode Pembelajaran
Penggunaan metode pembelajaran
dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan teknik pembelajaran
yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan perilaku warga belajar.
Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar
berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Kegiatan belajar pada pendidikan
orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang paling efisien dan paling
dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu
orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis
dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar
diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar
orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan
belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun praktek.
Metode pembelajaran yang dapat
digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut
dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan
pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama
peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian
pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.
Sumber: Pemerhati
Pendidikan Orang Dewasa dan Pamong Belajar BPKB Sulteng (dama)
oleh : Nur Shobah
1102406014
Selasa, 10 Oktober 2006
Selasa, 10 Oktober 2006